Mempelajari Bumi Ageung Cikidang Cianjur

Bumi Ageng Cikidang Cianjur mempunyai peranan penting dalam sejarah bangsa Indonesia, khususnya pada masa pendudukan Jepang. Di rumah Bupati Cianjur ke-10, Raden Aria Adipati Prawiradiredja II, berlangsung pertemuan para pejuang kemerdekaan. Memang, PETA (Tentara Sukarelawan Pertahanan Dalam Negeri), didirikan atas persetujuan Gunseikan, panglima tentara Jepang. Pemerintah saat itu sempat mendirikan Tanah Ageung yang terletak di Jalan Moch Ali, Desa Solokpandan, Kecamatan Cianjur, Bupati Cianjur sebagai basis gerakan. “Iya, dulunya tempat berkumpulnya prajurit PETA,” kata Rachmat Fajar, Ketua Javapurana yang juga generasi kelima dari Raden Aria Adipati Prawiradiredja II.

Mengenal Lebih Lanjut Tentang Bumi Ageung Cikidang Cianjur

Bumi Ageung Cikidang Cianjur_2b
Bumi Ageung Cikidang Cianjur. (Sumber: Travel Wisata)

Pasca kemerdekaan, pada 1946 hingga 1948, lanjut Fajar, Bumi Ageung menjadi sasaran mortir karena masih dianggap sebagai benda penting oleh negara kolonial.

Situasi berbahaya ini memaksa keluarga besar pemilik rumah, khususnya Tjitjih Wiarsih memutuskan mengungsi sementara. Anggota keluarga tersebar ke beberapa daerah, antara lain Kuningan dan ada pula yang hingga Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur.

Saat itu ada sasaran mortir tapi tidak ada tembakan yang mengenai rumah. Mortir jatuh di halaman depan dan pabrik beras di samping rumah, jelas Fajar.

Saat rumah ditinggalkan, Bumi Ageung Cikidang sudah ditempati. dan digunakan sebagai markas masing-masing tentara Jepang dan Belanda. Berdasarkan keterangan orang tua saat itu, ada juga Panser yang diparkir di rooftop rumah, ujarnya.

Banyakan Bagian dan Isi Rumah Yang Hilang

Selama ini banyak bagian dan perabotan di dalam rumah yang hilang. Bahkan, menurut Fajar, 70% barang hilang, dan hanya 30% yang ditemukan oleh tetangga di rumah.

Barang-barang tersebut kemudian diberikan kembali kepada pihak keluarga saat berkumpul kembali di Bumi Ageung setelah situasi sudah tenang turun pertimbangan. Tepat dua tahun kemudian “Ada beberapa barang yang tersisa, seperti lukisan, lemari dan beberapa benda lainnya. Tapi sebagian besar hilang,” katanya.

Tidak berhenti sampai disitu, ketika terjadi penyerangan umum di kota Solo dari Tanggal 7-10 Agustus 1949, posisi politik Benada dalam perundingan melemah seiring dengan kekalahan kekuatan militer Belanda.

Bersamaan dengan itu, pada tanggal 9 Agustus 1949, terjadi gencatan senjata di Cianjur dan peralihan kekuasaan dari tentara Belanda ke tentara Republik. Bumi Ageung menyaksikan peralihan kekuasaan.

Mengunjungi Bumi Ageung

Meski terlihat seperti rumah biasa, namun Bumi Ageung merupakan salah satu bangunan cagar budaya dan sejarah yang ada di kota Cianjur. Bumi Ageung yang terletak di sebelah pertokoan menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia di Cianjur untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaannya.

Bumi Ageung artinya “rumah besar” di kawasan Cikidang, Cianjur. Rumah tersebut milik Bupati Cianjur ke-10 yang menjabat pada tahun 1862 hingga 1910 (48 tahun). Rumah bergaya klasik ini dibangun pada tahun 1886 sebagai rumah liburan. Pada tahun 1910, Bumi Ageung diwarisi oleh putrinya, Raden Ayu Tjitjih Wiarsih.

Dahulu, rumah ini berperan penting dalam kemerdekaan. Bumi Ageung digunakan sebagai tempat pembentukan Tentara PETA yang dipimpin oleh Gatot Mangkoepradja pada tahun 1943 hingga tahun 1945.

“Gatot Mangku Pradja, pendiri Tentara Peta, pernah mengadakan pertemuan di rumah ini, pertemuan tersebut merupakan tempat pengorganisasian militer PETA. strategi”, Rachmat Fajar, pewaris Bumi Ageung sekaligus keturunan Raden Adipati Aria Prawiradiredja II, pendiri Bumi Ageung, ditemui di Bumi Ageung, Cianjur, Jawa Barat.

Sejarah Lebih Lanjut

Bumi Ageung Cikidang Cianjur_3c
Bumi Ageung Cikidang Cianjur. (Sumber: Travel Kompas)Mal

Tokoh seperti Gatot Mangkoepradja, pendiri PETA, Pasukan Relawan Bela Tanah Air, mengadakan rapat perencanaan penyusunan strategi kemerdekaan Indonesia di rumah kaca ini.

Rumah ini juga diambil alih oleh Jepang karena dianggap sebagai ancaman terhadap gerakan mereka. Hal ini membuktikan bahwa rumah yang terletak di pusat kota Cianjur ini mempunyai peranan penting bagi pemerintah Indonesia pada masa perjuangan.

“Jadi pada tahun 1946 hingga 1948, keluarga besar kami harus mengungsi secara massal dari Bumi Agung ke Kuningan dan selatan ke Cianjur demi rumah yang dipenuhi jebakan ini, karena biasanya tempat perundingan.

Pengambilalihan kekuasaan oleh tentara Jepang menimbulkan banyak kerugian. Namun benda-benda yang terdapat di dalam Bumi Ageung berhasil diselamatkan oleh masyarakat setempat dan masih dapat dipajang hingga saat ini. Hanya 20% perabotan rumah yang bertahan sejak dibangun.

close

Log In

Forgot password?

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.