Menjadi Saksi Sisa Letusan Dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda

Sebagai negara yang menjadi pertemuan beberapa lempeng benua, Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Beberapa gunung api teraktif di dunia pun ada di Indonesia, salah satunya adalah Gunung Merapi yang berada di perbatasan antara Yogyakarta, Sleman, Magelang, dan Boyolali. Ada juga Gunung Krakatau yang berada di Selat Sunda, yang memisahkan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Ngomong-ngomong soal Gunung Krakatau, gunung ini dikisahkan pernah meletus dahsyat pada tahun 1883 yang lalu dan menyebabkan gelombang tsunami besar. Lebih dari serratus tahun usai letusan tersebut, kini Gunung Krakatau menjadi salah satu destinasi wisata yang cukup menarik, sekaligus memacu adrenalin di Selat Sunda.

Sejarah Gunung Krakatau

Sumber: seattleartmuseum.org

Menurut penelitian para ahli, mereka memperkirakan bahwa pada zaman dahulu ada gunung berapi yang sangat besar di Selat Sunda, yang kemudian meletus dan menyisakan sebuah kaldera, dan gunung itu disebut Gunung Krakatau Purba, induk dari Gunung Krakatau yang meletus dahsyat pada tahun 1883. Ditafsirkan dari kitab pedalangan Pustaka Raja Purwa, Gunung Krakatau Purba disebut sebagai Gunung Batuwara yang memiliki ketinggian sekitar 2000 meter dan meletus dahsyat pada tahun 416 masehi. Akibat dari ledakan besar tersebut, tiga per empat tubuh Gunung Krakatau Purba hancur dan hanya menyisakan sebuah kaldera yang besar, serta menurunkan temperature bumi sebesar 5 hingga 10 derajat celcius selama 10-20 tahun.

Letusan pada tahun 416 masehi juga melahirkan Pulau Rakata, Pulau Panjang (Rakata Kecil) dan Pulau Sertung. Kemudian karena adanya dorongan vulkanik dari dalam perut bumi, Pulau Rakata terus tumbuh menjulang dan membentuk sebuah gunung baru yang disebut Gunung Rakata. Kemudian dua gunung api muncul di tengah-tengah kawah Gunung Rakata, yakni Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan proses alam, ketiga gunung tersebut bersatu, dan persatuan dari ketiga gunung api inilah yang dinamakan Gunung Krakatau.

Kemudian Gunung Krakatau meletus dahsyat pada 26 hingga 27 Agustus 1883, melahirkan suara yang sangat keras bahkan terdengar hingga radius 4.600 km dan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu. Saking kerasnya, The Guiness Book of Records mencatat bahwa letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada pukul 10:20 WIB, 27 Agustus 1883 adalah letusan gunung yang paling dahsyat yang terekam dalam sejarah modern. Material vulkanik hasil ledakannya menghujani wilayah Pulau Sumatera, Jawa, bahkan hingga sampai ke India, Sri Lanka, Australia, Pakistan, dan Selandia Baru. Konon, ledakan hebat itu sempat membuat dunia gelap karena tertutup oleh abu vulkanik.

Lahirnya Anak Gunung Krakatau

Sumber: pesona.travel

Letusan pada 1883 melenyapkan Gunung Krakatau, dan kemudian pada tahun 1927 muncul Anak Gunung Krakatau di kawasan kaldera gunung purba yang masih aktif. Menurut penelitian, Anak Gunung Krakatau bertambah tinggi 6 meter dan lebih lebar 12 meter per tahun. Bertambahnya tinggi Anak Gunung Krakatau disebabkan oleh material yang terus menerus keluar dari perut gunung tersebut, yang kemudian mengendap di atas permukaan tanah.

Wisata ke Anak Gunung Krakatau

Sumber: Instagram Kalianda@fidhariani_

Meskipun masih berstatus sebagai gunung api aktif, ternyata Anak Gunung Krakatau juga dibuka untuk tempat wisata. Caranya untuk menuju ke sana, dari Jakarta bisa menuju ke Serang dan menyebrang dari Pelabuhan Merak ke Palabuhan Bakauheni di Lampung dengan memakan waktu tempuh 3 jam. Setelah itu lanjutkan perjalanan menuju ke Pelabuhan Canti yang terletak di Kalianda, Lampung Selatan, dan itu lah satu-satunya akses menuju ke Pulau Anak Gunung Krakatau.

Sumber: Wikipedia.org/Dwi Pambudo

Setelah tiba, kamu bisa langsung melanjutkan pendakian dengan hanya menempuh waktu perjalanan sekitar 30 menit. Untuk kondisi jalur pendakiannya gak terlalu sulit, tidak seekstrem gunung-gunung di Pulau Jawa. Di awal pendakian, kamu akan dihadapkan pada hutan yang cukup rimbun, namun semakin ke puncak perlahan hutan akan mulai terbuka dan medan akan berubah menjadi jalanan berpasir hitam yang disertai bongkahan batu sebesar bola sepak. Meskipun medannya cukup mudah, namun kamu harus tetap berhati-hati, karena bukan tidak mungkin akan tergelincir jika salah pijakan. Sesampainya di puncak, kamu akan disuguhkan pemandangan alam yang menawan, berpadu dengan hamparan lautan biru yang ada di Selat Sunda, terlihat juga Pulau Panjang dan Pulau Sertung.

close

Log In

Forgot password?

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.