Makam merupakan tempat paling sakral karena merupakan tempat persinggahan para arwah yang selayaknya harus kita hormati juga keberadaannya.
Leluhur kita bahkan tak segan untuk memposisikan makam berdampingan dengan ruang ibadah. Hal yang bagi sebagian orang dianggap aneh ini merupakan kenyataan yang membuktikan bahwa berdampingannya posisi makam dengan ruang ibadah berarti para leluhur sangat menghormati dan menghargai jasad manusia walaupun pada kenyataannya raganya sudah kembali ke sang pencipta.
Sebagian besar masyarakat Indonesia juga masih beranggapan bahwa makam harus tetap dijaga dan dihormati keberadaannya terlebih lagi jika makam tersebut merupakan makam dari para pendahulu yang berjasa serta berperan penting seperti misalnya pahlawan, cendekiawan, pendekar, presiden, mantan presiden, dll. Bahkan tak hanya itu, makam para pendahulu yang berperan penting ini juga beberapa ada yang dibuka untuk masyarakat umum yang ingin sekedar menengok atau bahkan berziarah dan berdoa di makam tersebut.
Jika para traveller ingin mencoba wisata religi dengan berziarah ke makam salah satu dari orang yang telah berjasa di waktu lampau maka traveller patut mendatangi Makam Sultan Thaha di Jambi.
Kisah Sultan Thaha
Alkisah pada zaman dahulu kala hiduplah seorang Sultan yang sangat baik, ramah dan mudah bersosialisasi dengan sesama. Sultan ini bernama Thaha Syaifuddin. Sultan Thaha menjadi sultan terakhir bagi Kesultanan Jambi pada tahun 1855. Sultan Thaha yang baik hati ini memulai masa kepemimpinan bagi Kerajaan Jambi saat ia menginjak usia 39 tahun. Di masa kepemimpinannya, Sultan Thaha tidak menyukai adanya kekuasaan Belanda.
Sultan Thaha menyadari bahwa hubungan Kerajaan Jambi dengan Belanda lebih banyak dirugikan sehingga Sultan Thaha dengan lantang mengumumkan bahwa ia tidak lagi mengakui kekuasaan Belanda di wilayah Kerajaan Jambi. Hal ini membuat Belanda tersulut emosi dan pada akhirnya pihak Belanda dengan Kerajaan Jambi melakukan perang sengit. Belanda dengan gencar mencari keberadaan Sultan Thaha yang terus menerus menepi untuk mencari keamanan. Hingga pada akhirnya Belanda mencium keberadaan Sultan Thaha di Sungai Aro namun sayangnya Sultan thaha berhasil lolos dan melipir ke hilir Sungai Aro. Dalam perang ini, Belanda berhasil menangkap dan membunuh 2 orang panglima Jambi yaitu Jenang Buncit dan Berahim Panjang. Jasad mereka dibawa ke Muaro Tebo untuk diidentifikasi.
Ada laporan dari pihak Belanda mengatakan bahwa mayat Jenang Buncit sebenarnya adalah Sultan Thaha itu sendiri. Namun kenyataannya Sultan Thaha berhasil meloloskan diri dan tidak pernah ditangkap oleh Belanda. Sultan Thaha diyakini meninggal dunia di Muara Tebo pada 26 April 1904 di usianya yang ke 88 tahun. Sultan Thaha dikebumikan di Muara Tebo.
Makam Sultan Thaha
Sebagai pahlawan nasional yang dikenal dengan perjuangannya yang gigih melawan Belanda kini makam Sultan Thaha dijadikan sebagai situs sejarah sekaligus situs wisata bernuansa religi. Menurut pemerintah setempat makam ini akan terus dilestarikan dan dikembangkan menjadi destinasi wisata terkenal. Makam Sultan Thaha berada di Kelurahan Muara Tebo, Tebo Tengah, Kabupaten Tebo, Jambi. Untuk menuju ke makam diperlukan waktu sekitar 5 jam perjalanan dari pusat kota Jambi dengan jarak tempuh 200 km menggunakan kendaraan via jalur darat.
Traveller tak perlu khawatir akan jarak tempuh yang sangat jauh karena setibanya di area makam maka rasa lelah traveller akan hilang dan digantikan dengan rasa nasionalisme yang muncul ketika mengingat kembali jasa Sultan Thaha bagi seluruh rakyat Jambi kala itu.
Area makam cukup luas dan terletak di pinggir jalan sehingga  traveller akan dengan mudah menemukannya. Di area pemakaman ini juga terdapat makam Belanda yang tidak terawat. Â
Makam Sultan Thaha sendiri cukup besar dan letaknya ada di tengah-tengah area berbentuk pendopo. Biasanya para pengunjung datang untuk sekedar mengetahui sejarah dan kisah sang Sultan sambil berziarah dan mendoakan sang Sultan menurut kepercayaan masing-masing.
Para pengunjung pun tidak dikenakan biaya untuk masuk ke area makam namun di dekat makam ada semacam kotak yang dipergunakan jika traveller ingin memberi sedikit rezeki yang nantinya akan digunakan pengelola untuk pemeliharaan area makam.
Kini, nama Sultan Thaha telah dijadikan nama bandara di Jambi.